Jumat, 27 Februari 2015


SEJARAH BATAS MARITIM INDONESIA



Wilayah suatu negara merdeka adalah warisan dari negara penjajahanya,  ini seperti bunyi hukum "Uti Posidetis Juris ". Dengan demikian berarti wilayah indonesia ini juga merupakan daerah bekas jajahan Belanda. Memang pada sejarahnya Belanda melakukan penjajahan pada negara Hindia-Belanda  yang pada nantinya akan menjadi negara Indonesia. Penjajahan itu dimulai dari sabang di pulau sumatra sampai meraoke di pulau Papua. Dengan alasan persamaan nasib daerah daerah yang dulunya berdisi secara independent ini akhirnya bersatu dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pada akhirnya setelah berhasil mengusir Belanda terbentuknya negara Indonesia.

Sejarah Batas Laut Indonesia
Belanda menerapkan batas laut negara Indonesia adalah 3 mil, hal ini hampir dilakukan oleh ssemua negara negara di seluruh dunia. Alasanaya dikarenakan tembakan meriam terjauh untuk melindung suatu negara adalah 3 mil. sehingga sampai saat pertama indonesia merdeka kita memakai batas laut negara warisan Belanda. Dengan demikian diantara pulau pulau di indonesia terdapat laut Internasional yang bebas dilalui oleh siapapun. 

Gambar  batas laut 3 mil untuk negara

Mengingat kemanan yang sangat rentan dengan bebasnya kapal-kapal asing melalu laut internasional yang berada diantara pulau-pulau di Indonesia, maka Perdana mentri Djoeanda Kartawidjaja  pada saat itu mengusulkan pada beberapa diplomat Indonesia untuk berunding dan memikirkan batas laut Indonesia agar aman dari ancaman bahaya perang. Akhirnya muncul ide untuk membuat garis enghubung untuk pulau terluar dari Indonesia. Hal itu mendapat dukungan dari Djoeanda Kartawidjaja . Hal ini menjadikan perairan yang berada di antara pulau-pulau Indonesia adalah perairan Indonesia yang  merupakan bagian kedaulatan Indonesia.

Kesepakatan ini kemudian dibawa ke Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) untuk memperjuangkan batas perairan baru di Indonesia.  Terjadi penolakan dari berbagai negara terhadap usul dari Indonesia. Hal ini terus diperjungankan oleh pejuang-pejuang diplomat Indonesia. Dan pada akhirnya setelah 9 tahun negosiasi ini berjalan mulailah diterima oleh negara negara yang ikut konvensi. Salah satu gagasan yang muncul dalam proses negosiasi itu adalah Archipelagic Principle yang diusung oleh Mochtar Kusumaatmadja, dengan ini munculah konsep negara kepulauan yang disetujui ada 10 Desember 1982 pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS III).

Gambar batas perairan Indonesia dan konse negara kepulauan        

 Syarat negara kepulauan dapat mengklaim wilayah lautnya menjadi bagian dari kedaulatan apabila perbandingan luas wilayah daratan dan lautannya antara 1:1 sampai 1:9. Selain konsep negara kepualauan pada UNCLOS III juga disepakati peraturan mengenai laut teritorial dengan luas 12 mil dari garis pangkal pulau dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) menjadi 200 mil.
Gambar. Batas perairan indonesia
Dengan Kesepakatan yang terjadi pada Deklarasi Djuanda diatas maka Indonesia juga menetapkan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) . Disini Indonesia menetapkan 3 alki dari arah utara ke selatan yang digunakan untuk dilalui kapal-kapal asing yang akan melewati Indonesia. Jalur ALKI ini mempunyai lebar 25 mil ke kiri dan 25 mil ke kanan dari garis jalur jalur. Dengan lebar koridor yang melalui pulau maka 10% dari jarak koridor didekat pulau tersebut tidak boleh dilalui oleh kapal.
Gambar buffer 10% pulau

Tetapi Itu semua masih mengalami penolakan dari beberapa negara yang ikut konvensi dikarenakan Indonesia tidak memberikan ruang lebih bagi kapal yang melintas.Karena menurut para negara-negara yang ikut konvensi tidak cukup hanya ada 3 ALKI dari Utara ke Selatan . Mereka menginginkan ada ALKI  dari arah Timur ke Barat. Sehingga dengan keputusan itu sementara ini kapal kapal asing masih bebas berlayar di wilayah perairan Indonesia.

Gambar. 3 jalur ALKI Indonesia

Batas Dengan Negara Tetangga


Gambar. Batas perairan Indonesia

Dengan adanya peraturan tertang batas panjang teritorial selebar 12 mil dan 200 mil untuk ZEE maka memungkinkan terjadinya konflik antar negara. Karena pada kenyataanya jarak antar negara tidak lebih dari 400 mil ataupun kurang dari 24 mil antar negara (seperti Indonesia dan Singapura). Sehingga dengan demikian tidak dapat dibagi secara tepatsesuai dengan ketentuan UNCLOS III. Oleh karena itu diperlukan negosiasi atara kedua belah negara untuk memutuskan batas atar kedua negara. Gambar diatas menunjukan batas negara Indonesia dengan negara tetangga. dengan batas merah merupakan batasyang telah disepakati ,warna biru yang merupakan garis batas yang sudah pasti karena memenuhi peraturan UNCLOS III, dan garis putus-putus berwarna biru menunjukan batas negara yang diinginkan Indonesia.


by : Al Antra Adefan

Sabtu, 21 Februari 2015

Perubahan Undang-Undang Nomer 27 tahun 2007 Ke Undang-Undang Nomer 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

  • Pasal 1 ayat 1
Bunyi ayat 1 seperti berikut  (UU nomer 27 tahun 2007) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan,pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diubah menjadiPengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat”UU nomer 27 tahun 2007 tidak menggunakan kata pengkoordinasian, sedangkan pada UU nomer 1 tahun 2014 ditambahkan kata pengkoordinasian.
Perubahan : “… antara pemerintah dan pemerintah daerah” diubah menjadi “… oleh pemerintah dan pemerintah daerah
  •  Pasal 1 ayat 18
UU nomer 27 tahun 2007 membahas tentang Hak Penguasaan Perairan Pesisir atau HP-3, sedangkan UU nomer 1 tahun 2014 HP-3 diubah menjadi izin lokasi dan Izin pengelolaan. Selain itu ayat 18 dibuat menjadi 2 bagian yaitu ayat 18  dan ayat 18A
  • Pasal 1 ayat 19
Pada ayat 19 ini hanya terdapat sedikit penyempurnaan kata yakni kata“perlindungan” diganti menjadi “pelindungan”
  • Pasal 1 ayat 23
UU nomer 27 tahun 2007 berisi  “Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.”Sedangkan UU nomer 1 tahun 2014 berbunyi  “Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Setiap Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.”Pasal 1 ayat 23 terdapat perubahan kata orang menjadi setiap orang, hal ini dimaksudkan bahwa Undang-Undang ini diperuntukkan untuk setiap orang bukan saja perorangan tertentu.
  • Pasal 1 ayat 26
Terdapat penambahan kata orang menjadi setiap orang
  •  Pasal 1 ayat 28
Terdapat penambahan kata orang menjadi setiap orang
  •  Pasal 1 ayat 29
Penyempurnaan kata, yakni kata “program-program” diubah menjadi “program” agar kalimat menjadi lebih efektif
  •  Pasal 1 ayat 30
Perbaikan susunan kata pada UU nomer 27 tahun 2007 yaitu “pembudidayaan ikan” menjadi “pembudi daya ikan” pada UU nomer 1 tahun 2014. Reduksi kata “Masyarakat pesisir” menjadi “masyarakat”
  • Pasal 1 ayat 31

Membahas tentang pemberdayaan masyaryakat, penggantian kata dari “masyarakat pesisir” menjadi “masyarakat dan nelayan tradisional”
Hal ini dimaksudkan jika hanya menggunakan objek nelayan pesisie dirasa kurang menjangkau secara luas/universal, sehingga menggunakan “masyarakat dan nelayan tradisional” lebih sempurna.

  • Pasal 1 ayat 32
Penyempurnaan kata “Masyarakat Adat” diubah menjadi “masyarakat hokum adat”. Hal ini dimaksudkan untuk pemahaman bahwa masyarakat adat juga masih berlandaskan terhadap hokum yang berlaku.Selain itu penambahan kata masyarakat tradisional pada UU nomer 1 tahun 2014
  • Pasal 1 ayat 33
Pada UU nomer 27 tahun 2007 menjelaskan tentang masyarakat adat, sedangkan pada UU nomer 1 tahun 2014 menjelaskan tentang masyarakat hokum adat.
  •   Pasal 1 ayat 38
Pada UU nomer 27 tahun 2007 yaitu berisi penjelasan tentang kata “orang” sedangkan pada UU nomer 1 tahun 2014 menjelaskan tentang makna “setiap orang”
  • Pasal 1 ayat 44
Pada UU nomer 27 tahun 2007 menjelaskan tentang tugas seorang menteri yaitu “bertanggung jawab”Sedangkan pada UU nomer 1 tahun 2014 menjelaskan bahwa menteri tidak hanya sebagai penanggung jawab, melainkan penyelenggara urutan pemerintah bidang kelautan dan perikanan.
  • Pasal 14 ayat 1
Pada UU nomer 1 tahun 2014 ditambahkan keikutsertaan masyarakat dalam ususlan penyusunan RSWP-3-k, RZWP-3-k, RPWP-3-k dan RAWP-3-k.
  • Pasal 14 ayat 7
Pada UU nomer 2014 perbaikan kalimat dengan reduksi kata “maka” sebelum kalimat “dokumen final perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara definitive”
  • Judul bagian kesatu BAB V diubah dari
Bagian KesatuMenjadiBagian KesatuIzin
  • Pasal 16
Pemberian HP-3 untuk pemanfaatan pesisir diganti dengan kewajiban memiliki izin lokasi, izin lokasi juga digunakan untuk pengelolaan
  •  Pasal 17
Masih terkait dengan penggantian HP-3 menjadi izin lokasi
  • Pasal 18
Pada UU nomer 27 tahun 2007 membahas tentang pihak-pihak yang diberikan HP-3, sedangkan UU nomer 1 tahun 2014 membahas tentang jangka waktu Izin Lokasi
  •  Pasal 19
UU nomer 27 tahun 2007 tentang jangka waktu pemberian HP-3, pada UU nomer 1 tahun 2014 diubah menjadi ketentuan tentang izin pengelolaan yaitu kepada siapa saja ijin itu diberikan, untuk kegiatan apa saja yang telah diatur dan tentang ijin pengelolaan yang ditindak lanjuti oleh pemerintah.
  • Pasal 20
UU nomer 27 tahun 2007 membahas tentang peralihan HP-3, penyebab berakhirnya HP-3, tata cara pemberian, pendaftaran dan pencabutan HP-3 yang telah diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan pada UU nomer 1 tahun 2014 membahas tentang fasilitan izin lokasi dan izin pengelolaan.
  • Pasal 21
UU nomer 27 tahun 2007 membahas tentang tiga persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka pemberian HP-3 yaitu persyaratan teknis, persyaratan administrative dan persyaratan operasional. Alas an penolakan HP-3 juga disertakan didalamnya. Sedangkan pada UU nomer 1 tahun 2014 membahas tentang pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil
  • Pasal 22
UU nomer 27 tahun 2007 membahas tentang kawasan yang tidak diberikan HP-3, sedangkan UU nomer 1 tahun 2014 membahas tentang kewajiban memiliki izin baik itu izin lokasi dan izin pengelolaan
  • Pada pasal 22 UU nomer 1 tahun 2014 ditambahkan dengan pasal 22 A, pasal 22 B dan pasal 22 C yang membahas tentang izin lokasi dan pengelolaan
  • Pasal 23
  1.  UU nomer 27 tahun 2007 pasal 23 ayat 1 Pulau-Pulau Kecil berubah menjadi pulau-pulau kecil pada UU nomer 1 tahun 2014
  2.  UU nomer 27 tahun 2007 pasal 23 ayat 2 budidaya ikan berubah menjadi budi daya ikan pada UU nomer 1 tahun 2014
  3. UU nomer 1 tahun 2014 pasal 23 ayat 2 ditambahkan kepentingan untuk pertahanan dan kemamanan Negara
  4. Pada ayat 3 terdapat perbaikan urutan kelimat serta tatabahasa, seperti pada point 2 ayat 3 UU nomer 27 tahun 2007 berbunyi “memperhatikan kemampuan system tata air setempat” diperbaiki menjadi “memperhatikan kemampuan dan kelestarian system tata air setempat”. Kata serta pada point ke 2 diganti dengan “dan”
  5.  Ayat 4-7 dihapuskan pada UU nomer 1 tahun 2014, dikarenakan ke ayat-ayat tersebut membahas tentang HP-3 yang sudah tidak digunakan lagi untuk UU nomer 1 tahun 201.
  • Pasal 26 A yang pada UU nomer 27 tahun 2007 sebelumnya tidak ada, ditambahkan pada UU nomer 1 tahun 2014. Pasal 26 A membahas tentang izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pesisir.
  • Pasal 30
UU nomer 27 tahun 2007membahas tentang perubahan status zonta inti yang dilakukan oleh Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan DPRKemudian untuk UU nomer 1 tahun 2014 pasal 30 terdiri atas 4 ayat dengan bahasan yaitu perubahan peruntukan dan fungsi zona inti yang dilakukan oleh menteri serta tatacaranya.
  • Pasal 50
UU nomer 27 tahun 2007membahas tentang pemberian dan pencabutan H-30 oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/wali kota, sedangkan UU nomer 1 tahun 2014membahas tentang pemberian dan pencabutan Izin lokasi oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Wali kota
  •  Pasal 51
UU nomer 27 tahun 2007membahas tentang kewenangan Menteri atas HP-3Sedangkan UU nomer 1 tahun 2014 membahas tentang kewenangan menteri atas izin terhadap pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan
  • Pasal 60
UU nomer 27 tahun 2007 dan UU nomer 1 tahun 2014 sama-sama membahas tentang hak dan kewajiban warga Negara dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, akan tetapi bedanya misalkan pada hak, UU nomer 27 tahun 2007 masih menggunakan HP-3, sedangkan pada UU nomer 1 tahun 2014 menggunakan izin lokasi dan izin pengelolaan.
  • Pasal 63
Ayat 2 pada UU No 27 tahun 2007 berbunyi “Pemerintah wajib mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berdaya guna dan berhasil guna.”. Kemudian diubah dan disempurnakan menjadi“Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mendorong kegiatan usaha Masyarakat melalui peningkatan kapasitas, pemberian akses teknologi dan informasi, permodalan, infrastruktur, jaminan pasar, dan aset ekonomi produktif lainnya.”. Perubahan yang dilakukan agar pemerintah dan pemerintah daerah saling bekerja sama didalam mendorong kegiatan usaha masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
  • Pasal 71
Pada pasal 71 UU nomer 27 tahun 2007 mengandung 3 ayat, sedangkan pada UU nomer 1 tahun 2014 mengandung 5 ayat. Pasal ini isinya berbeda pada bagian HP-3 yang diganti dengan Izin lokasi, UU No 27 tahun 2007 pasal 71 berisi aturan mengenai pelanggaran terhadapa HP3 dan sanksi administratifnya kemudian aturan ini diubah menjadi aturan mengenai pelanggrana terhadap izin lokasi dan izin pengelolaan beserta sanksi administratifnya
  •  Pasal 75
Pada UU nomer 27 tahun 2007 membahas tentang sanksi terhadap pelanggaran HP-3 sedangkan pada UU nomer 1 tahun 2014 membahas tentang sanksi terhadap pelanggaran Izin Lokasi
  •  Pasal 75 A
Pada UU nomer 27 tahun 2007 tidak mengandung pasal 75 A, sedangkan pada UU nomer 1 tahun 2014 isi dari pasal 75A adalah sanksi terhadap pelanggaran Izin Pengelolaan.
  • Pasal 78 A
Merupakan pasal yang baru ditambakan pada UU No.1 tahun 2014, yang isinya adalah sebagai berikut  “Kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah menjadi kewenangan Menteri.” Pasal ini digunakan untuk memperjelas kewenangan menteri dalam mangatur kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
  •  Pasal 78 B
Merupakan pasal yang baru ditambakan pada UU No.1 tahun 2014, yang berbunyi sebagai berikut “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, izin untuk memanfaatkan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang telah ada tetap berlaku dan wajib menyesuaikan dengan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun.”. Pasal ini dibuat agar izin yang sudah ada selama ini, menyesuaikan kembali terhadap ketentuan izin untuk memanfaatkan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.


Analisis :
Tanggung Jawab Negara Indonesia sesuai yang tertera dalam Pancasila dan UUD 1945 terbagi menjadi 3 tanggung jawab yang mendasar,yaitu :
  1. Melindungi segenap bangsa  Indonesia dan tumpah darah Indonesia
  2. Memajukan kesejahteraan umum
  3. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Untuk melaksanakan tanggung jawab itu, salah satu yang dilakukan oleh negara adalah mengelola dan mejaga Pengelolan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil . Hal ini perlu dilakukan karena negara indonesia adalah negera kepulauan  yang tentunya banyak mempunyai daerah pesisir pul. Selain itu seperti yang saya jelaskan dalam tulisan  "Pentinya Perencanaan Wilayah Pesisir" bahwa hampir 60% kegiatan perekonomian di Indonesia dilakukan di daerah pesisir . Hal ini mudah dibuktikan karena Ibu Kota negara kita juga terletak di wilayah pesisir Indonesia.
Maka untuk memajukan dan mengembangkan wilayah pesisir pemerintah mengeluarkan "Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil". Tetapi setelah ditinjau uang oleh Mahkamah Konstitusi tentang mekanisme pemberian Hak Pengusahaan PerairanPesisir (HP-3),  pada kenyataannya negara tidak mempunyai kewenangan dan tanggung jawab memadai tentang pengelolaan wilayah pesisir . Hal ini karena pelaksanaan HP-3 pada saat itu berpotensi sebagai ajang jual beli-hak yang dilakukan berbagai pihak untuk kepentingan pribadi yang dapat merugikan negara. Selain itu kepentingan pribadi lebih sering ditonjolkan sehingga sering kali melalaikan tujuan awal untuk mengelola wilayah pesisir
Oleh karena itu semua untuk permerintah Indonesia mengeluarkan  UU no 1 tahun 2014 mengenai izin lokasi dan izin pengelolaan, untuk revisi dari mekanisme HP-3 yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007. Secara  umum perubahan yang terdapat dalam undang-undang ini mencakup tentang :
  • Hak Maasyarakat untuk mengusulkan Recana Strategis
  • Rencana Zonasi
  • Rencana pengelolaan 
  • Pengertian dan pengaturan mengenai izin Lokasi dan Izin Pengelolaan 
  • Pengaturan dan pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir dan pulau pulau kecil
  • Wewenang pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil



Selasa, 17 Februari 2015

Pentingnya Perencanaan Wilayah Pesisir Indonesia

Saya mulai memikirkan banyak hal ketika saya mendengar judul suatu mata kuliah "Perencanaan Wilayah Pesisir". Banyak hal yang akan saya pikir bermanfaaat saat kelak saya lulus dari Geodesi ,bukan tanpa alasan saya berpikir demikian. Karena memang pada kenyataan daerah negara Indonesia ini merupakan daerah kepulauan yang menyebabkan banyaknya daerah pesisir yang ada di Negara kita ini.

Gambar ini lah yang membukakan mata saya seberapa pentingnya Pengelolan wilayah pesisir di Indonesia. Tetapi anda semua pasti juga bertanya tanya apa yang sebenarnya dimaksud dengan wilayah pesisir itu . Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 2 dijelaskan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan ekosistem laut dan darat yang dipengaruhi oleh perubahan di laut dan didarat
Dengan ada nya pengertian itu,apakah anda semua juga berpikir seperti saya? apakah wilayah pesisir indonesia sudah terkelola dengan baik ? apakah sudah semaju daerah daerah pesisir didaerah daerah tetangga ?
                                                wilayah pesisir Indonesia
                                              Wilayah pesisir Singapura
Anda dapat membedakan sendiri dari kedua gambar diatas tentang seberapa kurang tertatanya daerah pesisir Indonesia kita ini. Banyak faktor yang menyebabkan wilayah pesisir indonesia ini kurang tertata antara lain :
  • Wilayah indonesia yang terdiri dari banyak kepulauan ini menyebabkan tidak meratanya  pembangunan setiap daerah terutama  didaerah pesisir
  • Kurangnya perhatian pemerintah tentang pentingnya pembangunan daerah pesisir,serta kerjasama dan koordinasi antara semua pihak terkait untuk pembangunan wilayah pesisir
  • Wilayah pesisir biasanya merupakan pusat dari kegiatan ekonomi (Jakarta,New York, Sydney)  sehingga perlunya penanganan khusus tentang sampah dan limbah.
Oleh karena itu  tugas kita bersama untuk memulai menjaga dan mengembangkan daerah pesisir di indonesia .Salah satunya dengan melaksanaakan atau merintis perancanaan wilayah pesisir secara terpadu . Perencanaan wilayah pesisir terpadu sendiri ialah upaya terperogram untuk mencapai tujuan dengan menharmoniskan dan mengoptimalkan berbagai kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan masyarakat dan pembangunan ekonomi.

Berdasarkan Djojpbroto (1998), bahwa daerah pesisir Indonesia berbeda-beda menurut kondisi geografis dan kependudukan. Oleh karena itu, tujuan dan keadaan lokal juga berbeda sehingga setiap rencana akan memerlukan perlakuan yang berbeda. Namun demikian suatu urutan yang terdiri dari 10 tahap dapat direkomendasikan sebagai suatu pedoman perencanaan. Tiap tahap mewakili suatu kegiatan spesifik atau suatu rangkaian kegiatan yang hasilnya memberikan informasi untuk tahap-tahap berikut :Tentukan sasaran dan kerangka acuan
  1. Aturlah pekerjaan
  2. Analisis kesulitan yang ada
  3. Identifikasi kesempatan untuk perubahan
  4. Evaluasi kemampuan sumberdaya
  5. Penilaian alternatif
  6. Ambil pilihan yang paling baik
  7. Siapkan rencana
  8. Implementasi
  9. Penentuan revisi rencana

Kesepuluh tahapan ini meringkaskan proses perencanaan yang menggambarkan langkah-langkah yang terlibat dalam perencanaan zona pesisir secara terpadu.